Jayapura – Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua tinggal hitungan jam akan dilakukan upacara pembukaan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo di Stadion Papua Bangkit atau Lukas Enembe di Kampung Harapan, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (02/10).

Sejumlah pejabat tinggi negara hingga pimpinan partai silih berganti datang ke Bumi Cenderawasih dalam setahun terakhir ini. Apalah kunjungan itu berkaitan dengan kerja ataupun karena even empat tahunan yang sempat tertunda setahun lamanya karena pandemi COVID-19.

Redaksi sempat mencatat sejumlah petinggi negara hingga partai yang menyempatkan diri melihat provinsi paling timur Indonesia ini. Mulai Mendagri Tito Karnavian, Ketua Partai Golkar Airlangga Hartato, Menparekraf Sandiaga Uno, Mensos Tri Rismaharini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menhan Prabowo Subianto hingga putra Papua yang kini menjabat sebagai Kabaintelkam Porli Komjen Pol Paulus Waterpauw.

Selain para pejabat yang disebutkan diatas tadi, ada juga Menkopolhukam Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan pejabat tinggi lainnya.

Yang menarik di antara mereka yang datang terdapat nama-nama yang kian santer disebutkan merupakan kandidat atau bakal calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) pada 2024. Mereka adalah Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Airlangga Hartato, Tri Rismaharini, Prabowo Subianto, Tito Karnavian dan Paulus Waterpauw.

Marinus Yaung, pengamat sosial politik dari Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua yang juga memahami situasi geopolitik di Papua melihat ada dua hal. Pertama, yang semua hadir di Papua, pejabat nasional maupun sekelas gubernur karena atas undangan dan perintah Presiden Joko Widodo agar semua menteri yang tidak punya agenda penting di Jakarta atau di tempat lain agar segera menyesuaikan diri dengan pelaksanaan PON, terutama menghadiri pembukaan PON XX di Papua.

“Itu anjuran dan perintah Bapak Presiden Jokowi kepada menteri atau setingkat pejabat dan undangan terutama kepada para gubernur dan jajarannya. Sebenarnya juga ada undangan kepada negara-negara sahabat terutama 18 negara-negara di Pasifik,” katanya.

Namun karena pertimbangan keamanan dan situasi politik di tanah Papua dan perkembangan terakhir ini, maka undangan untuk tamu asing dibatalkan, tetapi mungkin juga untuk perwakilan dalam bentuk tulisan-tulisan yang beredar menjadi bahan bahan pertimbangan, bahwa ada laporan di lapangan terkait situasi PON di Papua ini belum aman dan kondusif. Sehingga beberapa kedutaan-kedutaan besar di Jakarta juga tidak mengirim delegasinya untuk datang pada pembukaan PON.

“Mungkin ada juga yang datang tapi satu dua, dan tidak semua negara duta sahabat bisa mengirim perwakilannya ke Papua karena pertimbangan keamanan yang belum kondusif sesuai laporan yang mereka terima. Itu poin pertamanya,” ujarnya.

Poin kedua, lanjut kandidat doktor Hubungan Internasional di Universitas Pajajaran Bandung, Jawa Barat itu, jikalau untuk menempatkan Papua sebagai lumbung suara pada pemilu 2024 itu keliru. Karena, justeru lumbung suara ada di Provinsi Jawa Barat dengan 52 juta suara atau penduduk. Dan pertarungan paling menentukan saat capres dan cawapres berikutnya ada di Jawa Barat.

“Jadi, kalau mau bertarung itu di Jawa Barat untuk perebutan surat suara atau konstituen, kalau Papua bukan hitungannya. Dalam soal hitungan politik merebut perhitungan suara bagi pemilu 2024 tapi kalau untuk menjadikan isu Papua sebagai isu strategis untuk mendapatkan simpati dukungan dari nasional dan internasional, maka dengan hadirnya mereka di Papua itu sebuah langkah strategis, dan dengan hadirnya mereka di Papua pada akhirnya akan membentuk persepsi publik bahwa pemimpin-pemimpin Indonesia adalah pemimpin yang tidak menjaga jarak dengan orang asli Papua atau OAP, pemimpin Indonesia adalah orang Papua penting dan menjadi bagian dari NKRI, atau warga negara,” katanya

Nah pembentukan opini seperti ini, lanjut pria asal Sentani, Kabupaten Jayapura ini, juga merupakan bagian dari agenda oleh setiap elit, baik pejabat atau gubernur yang punya peluang besar untuk maju pada Pemilu 2024 dan mereka bisa jadikan isu Papua sebagai modal politik mereka untuk memenangkan pertarungan isu Papua pada pemilu 2024. Karena masalah Papua hari ini adalah wajah demokrasi Indonesia di mata dunia internasional, isu Papua saat ini dimuka Indonesia, di mata internasional cukup tercoreng dengan isu Papua.

“Karena itulah untuk membangun citra positif, memperbaiki citra buruk wajah demokrasi Indonesia di mata dunia internasional, satu- satu cara adalah jangan ada elit di negara ini baik dipusat dan elit politik, jangan sampai ada atau jaga jarak dengan OAP, musti dekat dan bergaul dengan mereka,” katanya berpendapat.

Makanya tidak heran setiap gubernur atau elit politik, menteri yang datang ke Papua mereka ambil foto dan mempublish itu di media sosial masing-masing sebagai bentuk pencitraan dan opini publik yang selama ini dianggap buruk dan ada jarak antara Jakarta dengan Papua.

“Untuk membentuk itulah, untuk memperbaiki opini publik itulah mereka datang ke Papua pada momen PON kali ini. Jadi, memang momen ini di manfaatkan betul oleh para menteri dan para gubernur, membangun citra politik, citra publik yang bagus dan baik tentang hubungan Jakarta dan orang Papua,” katanya.

Adanya nama Paulus Waterpauw yang kini menjadi isu kuat bahwa akan menjadi kandidat capres atau pun cawapres pada pemilu nanti, Yaung mengaku bahwa isu atau wacana itu sah-sah saja.

“Nama-nama ini kan masih kandidat, bukan capres atau cawapres yang biasanya diusung atau status yang dikeluarkan oleh partai politik untuk mengusung mereka. Tapi kandidat-kandidat yang coba dimunculkan oleh para konstituen di negeri ini untuk bagaimana menghitung dan mengkalkulasi bagaimana dukungan rakyat terhadap mereka. Kalau kemudian muncul nama-nama diatas, seperti dari Papua ada muncul nama Paulus Waterpauw, saya pikir itu suatu hal yang biasa dan lumrah dalam berdemokrasi. Silahkan saja semua kandidat, asprasi masyarakat boleh muncul ke permukaan, nanti biarkan rakyat Indonesia yang menilai,” katanya.

“Tapi perlu diingat dan menjadi catatan saya bahwa memang sudah waktunya, sudah saatnya untuk ada orang dari tanah Papua, untuk bisa didorong, dikampanyekan, munculkan untuk menjadi salah satu pemimpin kandidat nasional menjadi orang nomor satu atau nomor dua di Indonesia. Kalau memang orang nomor satu agak sulit, tapi orang nomor dua adalah sesuatu atau wacana yang bagi saya sudah saatnya dan sudah sepantasnya wacana wakil presiden itu dimunculkan dari tanah Papua,” sambungnya.

Ia mengaskan bahwa sosok yang dianggap layak untuk menduduki posisi itu dari tanah Papua sudah waktunya untuk betul-betul digaungkan dan memang ada figur yang punya kualitas dan kapabilitas. “Jadi, saya pikir kualitas, kapabilitas yang dimiliki oleh Paulus Waterpauw itu sudah bisa memenuhi ketentuan itu. Karena beliau besar dalam institusi kepolisian yang betul-betul telah membentuk kedisplinan dan karakter kepemimpinannya. Jadi, sudah teruji dalam memimpin lembaga kepolisian baik ditingkat lokal maupun nasional,” ujarnya.

Komjen Pol Paulus Waterpauw, kata dia, sudah teruji dan memiliki pengalaman yang mumpuni baik ditingkat lokal dan nasional, karena pernah menjabat wakil kepala daerah dua kali di Papua dan Papua Barat, dan Kapolda empat kali di Papua, Papua Barat, Sumatera Utara dan kembali dipercayakan untuk jadi Kapolda Papua kembali untuk kedua kalinya.

Dan kini, telah menduduki jabatan bintang tiga diinstitusi Bhayangkara dengan jabatan yang sangat strategis yakni sebagai kepala badan intelejen keamanan (Kabaintelkam) Polri, dan sebelumnya pernah duduki jabatan wakil di satuan kerja tersebut.

“Dan saya pikir itu sesuatu yang dicapai karena prestasi kerjanya, bukan karena kebijakan politik atau affirmasi untuk Papua, itu tidak. Tapi karena kualitas dan prestasi kerja yang ditunjukkan oleh seorang Paulus Waterpauw yang bisa membuat dia tampil dan ditunjuk menjadi petinggi pada jabatan strategis dalam kepolisian di negara ini,” katanya.

Jabatan bintang tiga itu ditubuh Polri itu, kata Yaung merupakan sejarah pertama kali bagi OAP dan akan selalu terpatri bahwa memang sudah selayak dan sepantasnya untuk menjadi tokoh nasional, bukan saja tokoh lokal. Ini saatnya wacana kepemimpinan dari ufuk timur untuk memimpin tingkat nasional, di kursi wapres harus diwacanakan kedepan seperti itu.

“Saya pikir soal kualitas, kapabilitas dan kompetensi yang dimiliki oleh beliau untuk menduduki jabatan setingkat lebih yang tinggi lagi, misalnya wapres itu sesuatu yang wajar dan lumrah karena beliau punya kapasitas. Karena dengan begitu bisa menunjukkan kami Papua punya kualitas untuk memimpin di negara ini. Kalau di Amerika Serikat ada Ombama yang bisa memimpin, menjadi presiden, kenapa di Indonesia tidak demikian, OAP bisa jadi pemimpin di negara ini, dan salah satunya ada pada sosok Paulus Waterpauw,” katanya.(Ian)